THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 10 April 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pada dasarnya seperti yang kita ketahui bahwa makanan pokok penduduk Indonesia adalah nasi atau yang berasaldari beras. Padahal saat ini beras cukup mahal dan mutunya juga kurang bagus. Sebenarnya banyak makanan lain yang dapat dijadikan makanan pokok. Makanan penduduk indonesia berbeda dengan makanan pokok negara lain. Indonesia memiliki banyak makanan pokok. Sebagai penduduk Indonesia yang memiliki banyak macam makanan pokok, tidak seharusnya terpaku terhadap beras. Kita bisa mengganti beras dengan makanan lain yang tidak kalah enaknya. Selain itu ada beberapa faktor lain yang membuat beras menjadi langka. Sekarang ini banyak sekali masyarakat yang tidak menyadari arti penting dari makanan pokok. Tidak hanya nasi yang bisa dijadikan makanan pokok, singkong, jagung, gandum dan lain-lain. Penulis ingin memberitahukan kepada masyarakat betapa pentingnya manfaat dari makanan pokok tersebut bagi kehidupan kita sehari-hari. Salah satu manfaat dari makanan pokok tersebut bagi kehidupan kita sehari-hari adalah dapat menyehatkan tubuh, tidak mudah terserang penyakit dan tidak membuat tubuh kita lemah. Selain memberitahukan manfaat dari makanan pokok penulis juga ingin memberitahukan macam-macam bahan makanan yang bisa dijadikan sebagai makanan pokok. Dan penulis juga ingin memberitahukan arti dari makan, makanan pokok bagi penduduk indonesia yang kurang mampu untuk membeli beras, masalah penduduk Indonesia dalam bidang pertanian dan upaya pemerintah setempat dalam menangani maslah pangan. Makanan pokok banyak mengandung gizi. Tidak hanya beras atau nasi yang mengandung gizi. Tetapi sagu, singkong, jagung, juga memiliki gizi tersendiri. Setiap makanan pokok memiliki gizi tersendiri dan berbeda-beda.
B. Tujuan

Tujuan penulisan dari Karya Tulis ini adalah untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Ibu Eny Wahyuni yang merupakn salah satu syarat kelulusan siswa-siswi SMP Negeri 3 Balikpapan. Selain itu, penulis dapat mengetahui sistematika atau pun langkah-langkah dalam membuat Karya Tulis yang bermanfaat bagi diri penulis di kemudian hari. Dan juga menambah pengalaman, sehingga penulis dapat membuat ini di tingkat selanjutnya. Tidak hanya itu saja penulis juga mendapatkan wawasan yang luas mengenai informasi-informasi yang terdapat di Karya Tulis ini. Dan mengetahui kemampuan penulis dalam membuat dan menyusun makalah.



C. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan makanan pokok?
2. Apa permasalahan yang di alami oleh Indonesia dalam bidang pertanaian?
3. Apa saja makanan yang dapat menjadi makanan pokok selain beras?
4. Apakah cereal itu?
5. Apakah benar beras sebagai makanan pokok sumber protein?
6. Benarkah sagu pernah menjadi makanan pokok orang maluku?
7. Dimana pohon sagu dapat ditemukan?
8. Ada berapa macam pohon sagu?
9. Bagaimana tanda-tanda sagu yang matang?
10. Apakah alternative lain dibalik melonjaknya harga beras?
11. Apakah pengertian dari singkong?




D. Manfaat

Manfaat bagi penulis :
1. Mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan
2. Mendapatkan keuntungan yang berguna di sekolah lanjutan
3. Dapat meningkatkan daya pikir
4. Dapat melatih kesabaran dalam melaksanakan tugas
5. Dapat membuat makalah di kemudian hari


Manfaat bagi pembaca :
1. Dapat mengetahui informasi-informasi yang terdapat dalam Karya Tulis ini
2. Dapat menambah wawasan yang dimiliki oleh pembaca
3. Menyadarkan pembaca akan pentingnya makanan pokok bagi kehidupan kita sehari-hari
4. Memberi contoh kepada pembaca dalam membuat makalah ini bagi yang belum tahu.












BAB II
KAJIAN TEORI


Menurut Her Suganda jika bahan makanan pokok kita tidak diseragamkan berupa beras, Masyarakat Madura dibiarkan bahan makanan pokoknya jagung dan masyarakat Maluku serta Papua makanan pokoknya sagu. Kebutuhan beras tentunya tidak akan terlalu membebani dan pemerintah tidak direpotkan karena harganya melonjak-lonjak.
Tetapi, karena beras menjadi bahan makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia, peran beras sudah dianggap sebagai ”dewa penyelamat”, seolah-olah orang akan mati jika tidak punya beras. Sampai-sampai untuk mengatasinya, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan raskin, beras untuk orang miskin. Untuk menutupi kebutuhan beras, terpaksa dipenuhi dengan impor. Padahal, sebagai negeri agraris, negeri kita cukup kaya dengan berbagai tanaman pengganti yang nilai gizi dan jumlah kalorinya tidak kalah dibandingkan dengan beras.
Karena tidak mampu memenuhi kebutuhannya akan beras, kelaparan terjadi di mana-mana. Bahkan sihir beras tak pernah tergoyahkan sehingga kita bukan hanya gagal melakukan penganekaragaman bahan makanan pokok. Beras sebagai komoditas yang mempunyai nilai strategis malah menjadi isu politik sehingga menjadi salah satu sebab jatuhnya Orde Lama.





BAB III
METODE PENELITIAN




Teknik atau cara mengumpulkan data
A. Cara mendapatkan data
Penulis dalam mendapatkan data dilakukan dengan
1. Mengkaji referensi data dari Internet
Waktu : Tanggal 24 Januari s/d 31 Januari 2009
Tempat : My-net ( Jl. Soekarno-Hatta Km.1,5 Balikpapan)


















BAB IV
PEMBAHASAN


A.Pengertian makanan pokok

Makanan pokok adalah makanan yang menjadi gizi dasar. Makanan pokok biasanya tidak menyediakan keseluruhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, oleh karenanya biasanya makanan pokok dilengkapi dengan lauk pauk untuk mencukupkan kebutuhan nutrisi seseorang dan mencegah kekurangan gizi.

B.Permasalahan yang dialami Indonesia dalam bidang pertanian

Ada beberapa permasalahan yang dialami oleh Indonesia dalam bidang pertanian.Salah satunya susahnya air dan semakin meningginya harga pupuk. Susahnya air ini dikarenakan terkadang cuaca yang tidak menentu. Terkadang hujan terkadang tidak hujan. Sehingga membuat para petani harap-harap cemas. Dan juga pupuk yang harganya semakin mahal. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya kebutuhan tetapi persediaan terbatas. Untunglah para petani dapat membuat pupuk sendiri sehingga tidak perlu membeli pupuk lagi.

C.Makanan-makanan pokok selain beras

Serealia (Bahasa Inggris: cereal), dikenal juga sebagai sereal atau biji-bijian merupakan sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen biji/bulirnya sebagai sumber karbohidrat/pati. Di Malaysia disebut sebagai bijirin. Kebanyakan serealia merupakan anggota dari suku padi-padian dan disebut sebagai serealia sejati. Anggota yang paling dikenal adalah padi, jagung, gandum, dan sorgum. Beberapa tanaman penghasil bijian yang juga sering disebut serealia semu (pseudocereals) adalah buckwheat, bayam biji (seed amaranth), dan kinoa. Beberapa serealia juga dikenal sebagai pakan burung berkicau, seperti jewawut dan milet. Walaupun menghasilkan pati, tanaman seperti sagu, ketela pohon, atau kentang tidak digolongkan sebagai serealia karena bukan dipanen bulir/bijinya. Serealia dibudidayakan secara besar-besaran di seluruh dunia, melebihi semua jenis tanaman lain dan menjadi sumber energi bagi manusia dan ternak. Di sebagian negara berkembang, serealia seringkali merupakan satu-satunya sumber karbohidrat. Istilah "serealia" diambil dari nama dewi pertanian bangsa Romawi: Ceres.
Sagu pernah menjadi makanan pokok orang Maluku dan Irian Jaya, benar! Namun pohon sagu tidak melulu hidup di tanah Papua atau Maluku. Pohon yang mirip enau ini dapat dijumpai di daerah lain di Indonesia. Ia potensial untuk diversifikasi pangan. Namun sayang sekali gengsinya mulai tergeser beras. Masih ingat pelajaran di SD dulu kalau sagu itu makanan pokok penduduk Maluku dan Irian Jaya? Sekarang tampaknya tepung sagu mulai tergeser beras yang sudah menjadi makanan pokok nasional. Irian Jaya memang tempatnya hutan sagu. Di tepi Danau Sentani, di Wasur, Merauke, di mana-mana sampai di beberapa pulau kecil seperti Pulau Biak dan Kepulauan Padaido. Luasnya jangan ditanya, bisa hektaran. Orang sana menyebut hutan itu dusun sagu. Meski dibilang dusun, tidak ada rumah atau penduduk tinggal di sana, kecuali gubuk-gubuk bagi mereka yang sedang menokok (memanen) sagu. Menarik sekali menyaksikan langsung pemanenan sagu, terutama buat kita yang tinggal jauh dari Papua atau Maluku. Apalagi kalau sempat mencicipi makanan utamanya, papeda-semacam bubur tepung sagu tetapi sangat kental dan kenyal, persis lem kanji bikinan sendiri. Biasa disajikan panas-panas dan disantap bersama “sup” ikan dengan kuah melimpah. Atau dihidangkan bersama keladi dan sayur. Kalau nekat menyantap papeda tanpa kuah, dijamin bakal kerepotan karena lengket di mulut dan susah dikunyah. Buat lidah yang tidak terbiasa, papeda agak masam rasanya seperti sudah basi. Terkadang saat pembuatan ditambah air jeruk nipis atau sejenisnya yang tumbuh di sana.
Setiap kali terjadi masa kekeringan di sejumlah daerah, tersiar berita tentang kesengsaraan warga pedesaan yang terpaksa harus mengonsumsi umbi-umbian karena tak sanggup membeli beras lagi. Entah itu di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur, Lampung, atau di daerah lain. Umumnya mereka lalu "terpaksa" makan tiwul, oyek, atau nama lainnya jenis pangan yang berdasar bahan dari ubi kayu atau singkong. Begitu sengsarakah warga yang harus makan tiwul atau singkong? Apakah kesehatan mereka lantas menurun, tak cukup kenyang, tak cukup gizi, dan akibatnya kebutuhan akan nutrisi tak terpenuhi sehingga mereka patut dikasihani? Jangan-jangan anggapan itu tidak sepenuhnya betul. Jangan-jangan semua itu bertolak dari persepsi yang salah terhadap komoditas pertanian yang sebenarnya amat kaya dan beragam di bumi Nusantara ini, tetapi dipermiskin karena proses peradaban yang berlaku.

D.Pengertian Cereal

Serealia (Bahasa Inggris: cereal), dikenal juga sebagai sereal atau biji-bijian merupakan sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen biji/bulirnya sebagai sumber karbohidrat/pati. Di Malaysia disebut sebagai bijirin.
Kebanyakan serealia merupakan anggota dari suku padi-padian dan disebut sebagai serealia sejati. Anggota yang paling dikenal adalah padi, jagung, gandum, dan sorgum. Beberapa tanaman penghasil bijian yang juga sering disebut serealia semu (pseudocereals) adalah buckwheat, bayam biji (seed amaranth), dan kinoa. Beberapa serealia juga dikenal sebagai pakan burung berkicau, seperti jewawut dan milet. Walaupun menghasilkan pati, tanaman seperti sagu, ketela pohon, atau kentang tidak digolongkan sebagai serealia karena bukan dipanen bulir/bijinya.
Serealia dibudidayakan secara besar-besaran di seluruh dunia, melebihi semua jenis tanaman lain dan menjadi sumber energi bagi manusia dan ternak. Di sebagian negara berkembang, serealia seringkali merupakan satu-satunya sumber karbohidrat. Istilah "serealia" diambil dari nama dewi pertanian bangsa Romawi: Ceres. Meskipun setiap spesies memiliki keistimewaan, pembudidayaan semua serealia adalah sama. Semua adalah tanaman semusim, yang berarti satu kali tanam, satu kali panen. Gandum (wheat), rye (gandum hitam, umumnya untuk makanan ternak), triticale, havermut, dan jelai (yang digunakan untuk pembuatan bir), serta spelt (gandum yang cocok untuk dijadikan tepung berkualitas tinggi) adalah serealia musim dingin. Tanaman-tanaman serealia tersebut tumbuh baik di daerah beriklim sedang dan tidak sanggup tumbuh di cuaca panas (kurang lebih 30 °C meskipun daya adaptasinya bervariasi tergantung spesies dan varietasnya. Serealia musim tidak memerlukan perlakuan musim dingin (vernalisasi).
Jelai dan gandum hitam adalah tahan kondisi ekstrem dan mampu tumbuh di daerah musim dingin yang panjang seperti di wilayah subarktik dan Siberia. Gandum merupakan serealia yang paling populer di daerah iklim sedang dan padi merupakan serealia yang paling populer di daerah tropika. Kebanyakan serealia musim dingin tidak tumbuh di daerah tropis. Beberapa dapat tumbuh di dataran tinggi yang lebih dingin, yang memungkinkan untuk melakukan beberapa kali penanaman dalam setahun.

E.Beras sebagai makanan pokok sumber protein

Sebagai bahan pangan pokok bagi sekitar 90 persen penduduk Indonesia, beras menyumbang antara 40-80 persen protein. Bagaimana dengan zat gizi lain?
Gabah tersusun dari 15-30 persen kulit luar (sekam), 4-5 persen kulit ari, 12-14 persen katul, 65-67 persen endosperm dan 2-3 persen lembaga. Lapisan katul paling banyak mengandung vitamin B1. Selain itu, katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan niasin. Endosperm merupakan bagian utama butir beras. Komposisi utamanya adalah pati. Selain itu endosperm mengandung protein cukup banyak, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam jumlah kecil. Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (sekam), disebut beras pecah kulit (brown rice). Sedangkan beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling (milled rice). Beras yang biasa dikonsumsi atau dijual di pasar adalah dalam bentuk beras giling. Tujuan penggilingan dan penyosohan beras adalah untuk: 1) memisahkan sekam, kulit ari, katul dan lembaga dari endosperm beras, 2) meningkatkan derajat putih dan kilap beras, 3) menghilangkan kotoran dan benda asing, serta 4) sedapat mungkin meminimalkan terjadinya beras patah pada produk akhir. Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi. Proses penggilingan dan penyosohan yang baik akan menghasilkan butiran beras utuh (beras kepala) yang maksimal dan beras patah yang minimal. Proses penyosohan beras pecah kulit menghasilkan beras giling, dedak dan bekatul. Sebagian protein, lemak, vitamin dan mineral akan terbawa dalam dedak, sehingga kadar komponen-komponen tersebut dalam beras giling menurun (lihat Tabel). Beras giling yang diperoleh berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi sekitar 5-7 persen dari berat beras pecah kulit. Makin tinggi derajat penyosohan dilakukan makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin zat-zat gizi. Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Selain sebagai sumber energi dan protein, beras juga mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin (lihat tabel). Sebagian besar karbohidrat beras adalah pati (85-90 persen), sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Dengan demikian sifat fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia patinya. Protein adalah komponen kedua terbesar beras setelah pati. Sebagian besar (80 persen) protein beras merupakan fraksi tidak larut dalam air, yang disebut protein glutelin. Beras pecah kulit rata-rata mengandung 8 persen protein, sedangkan beras giling mengandung 7 persen. Dibanding biji-bijian lainnya, kualitas protein beras lebih baik karena kandungan lisinnya lebih tinggi. Walaupun demikian lisin tetap merupakan asam amino pembatas yang utama (terkecil jumlahnya) dalam beras.
Kandungan lemak beras pecah kulit adalah 1,9 persen, sedangkan pada beras giling hanya 0,7 persen. Itu berarti sekitar 80 persen lemak terdapat dalam dedak dan bekatul, yang terpisah dari beras giling saat penyosohan. Timbulnya bau tengik. Proses penyosohan juga mengurangi kadar mineral pada beras giling. Sebagian besar mineral terdapat pada bagian dedak dan hanya sekitar 28 persen yang tertinggal pada beras giling. Komposisi mineral bervariasi tergantung dari kondisi tanah dimana padi ditanam. Unsur mineral utama adalah fosfor, kalsium, magnesium dan besi. Beras pecah kulit mengandung vitamin lebih besar daripada beras giling. Vitamin terkonsentrasi pada lapisan bekatul dan lembaga. Penyosohan menurunkan dengan drastis kadar vitamin B komplek sampai 50 persen atau lebih. Beras mengandung vitamin C dan D dalam jumlah yang sangat kecil atau tidak sama sekali. Pulen dan Pera. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Hampir 90 persen berat kering beras adalah pati yang terdapat dalam bentuk granula. Pati beras terbentuk oleh dua jenis molekul polisakarida, yang masing-masing merupakan polimer dari glukosa. Kedua molekul pembentuk pati tersebut adalah amilosa dan amilopektin. Citarasa dan mutu masak beras terutama ditentukan oleh kadar amilosa dan amilopektinnya. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat golongan, yaitu ketan (2-9 persen), beras beramilosa rendah (9-20 persen), beras beramilosa sedang (20-25 persen) dan beras beramilosa tinggi (25-33 persen).
Kadar amilosa berpengaruh terhadap rasa nasi. Beras dengan kadar amilosa tinggi bila dimasak, pengembangan volumenya dan tidak mudah pecah, nasinya kering dan kurang empuk, serta menjadi keras bila didinginkan. Beras dengan kadar amilosa rendah bila dimasak menghasilkan nasi yang basah dan lengket, sedangkan beras dengan kadar amilosa menengah menghasilkan nasi yang agak basah dan tidak menjadi keras bila didinginkan. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera atau tidaknya nasi, cepat atau tidaknya mengeras dan lengket atau tidaknya nasi. Beras berkadar amilosa sedang disukai oleh bangsa Filipina dan Indonesia. Beras dengan kadar amilosa rendah (amilopektin tinggi) sangat disukai masyarakat Jepang. Makin tinggi kadar amilosa dalam beras, bertambah keras dan pera nasi yang dihasilkan. Sebaliknya, makin tinggi kadar amilopektin beras maka makin pulen dan lengket nasi yang dihasilkan. Itulah sebabnya orang Jepang bisa makan nasi menggunakan sumpit, sedang kita harus makan dengan sendok atau tangan.





F.Sagu pernah menjadi makanan pokok di Maluku

Sagu pernah menjadi makanan pokok orang Maluku dan Irian Jaya. Namun pohon sagu tidak melulu hidup di tanah Papua atau Maluku. Pohon yang mirip enau ini dapat dijumpai di daerah lain di Indonesia. Ia potensial untuk diversifikasi pangan. Namun sayang sekali gengsinya mulai tergeser beras.
Masih ingat pelajaran di SD dulu kalau sagu itu makanan pokok penduduk Maluku dan Irian Jaya? Sekarang tampaknya tepung sagu mulai tergeser beras yang sudah menjadi makanan pokok nasional.
Irian Jaya memang tempatnya hutan sagu. Di tepi Danau Sentani, di Wasur, Merauke, di mana-mana sampai di beberapa pulau kecil seperti Pulau Biak dan Kepulauan Padaido. Luasnya jangan ditanya, bisa hektaran. Orang sana menyebut hutan itu dusun sagu. Meski dibilang dusun, tidak ada rumah atau penduduk tinggal di sana, kecuali gubuk-gubuk bagi mereka yang sedang menokok (memanen) sagu. Menarik sekali menyaksikan langsung pemanenan sagu, terutama buat kita yang tinggal jauh dari Papua atau Maluku. Apalagi kalau sempat mencicipi makanan utamanya, papeda—semacam bubur tepung sagu tetapi sangat kental dan kenyal, persis lem kanji bikinan sendiri.
Biasa disajikan panas-panas dan disantap bersama “sup” ikan dengan kuah melimpah. Atau dihidangkan bersama keladi dan sayur. Kalau nekat menyantap papeda tanpa kuah, dijamin bakal kerepotan karena lengket di mulut dan susah dikunyah. Buat lidah yang tidak terbiasa, papeda agak masam rasanya seperti sudah basi. Terkadang saat pembuatan ditambah air jeruk nipis atau sejenisnya yang tumbuh di sana.


G.Tempat pohon sagu ditemukan

Pohon sagu dapat ditemukan di rawa-rawa. Dalam khasanah botani, pohon sagu termasuk anggota suku Palmae. Sosoknya agak mirip pohon enau. Perbedaannya di pelepah daun. Pelepah daun sagu ditumbuhi duri-duri seperti pada pelepah daun rotan. Bentuk buahnya mirip salak berukuran lebih besar dan berpetak tiga. Hanya saja tidak bisa dimakan karena rasanya pahit-pahit asam. Ia termasuk palem yang merumpun, berbatang kasap dengan tinggi menjulang sampai 7-10 m. Batangnya lebih besar ketimbang enau sampai tak terpeluk oleh tangan orang dewasa.

H.Macam-macam pohon sagu

Pohon sagu Metroxylon spec. tidak seperti rata-rata anggota suku palem lainnya. Ia menyukai lahan rawa-rawa atau tepi sungai yang selalu tergenang air. Tempat tumbuhnya di dataran rendah hingga ketinggian 120 mdpl. Tidak hanya di kawasan Papua, pohon sagu juga banyak tumbuh di Maluku, Sulawesi, Kalimatan Barat, Mentawai, Kepulauan Riau-Lingga, dan Sumatera. Juga di Jawa, meski sangat jarang.
Orang Minangkabau menyebut pohon sagu sebagai rumbia. Sementara di Irian Jaya namanya banyak sekali sesuai bahasa masing-masing suku (menurut para ahli tercatat ada lebih dari 250 bahasa). Ada yang menyebut ai rabo anam, akiri, atau da. Orang Inggris menamainya sagopalm.Masyarakat Irian Jaya secara tradisional membedakan pohon sagu sampai dua belas jenis, masing-masing sesuai dengan batang dan durinya yang terdapat di pelepah. Di antaranya makbon, yang di Ambon disebut sagu nona. Entah kenapa dinamai sagu nona, yang jelas durinya banyak dan rapat. Lalu amber yang durinya besar-besar dan banyak. Yang pelepahnya polos, tanpa duri sama sekali, namanya Snaafe. Yang berbatang dan berpelepah besar disebut sworu, dan masih dibedakan lagi menjadi tiga macam. Ada lagi jenis ronggu, yang berbatang dan berpelepah besar. Di Pulau Biak, sagu jenis ini biasa ditanam sebagai pembatas kepemilikan lahan sagu antara satu klan dengan klan lain.
Di Jawa Tengah hanya dikenal lima macam sagu. Sagu kersula, buahnya banyak sebesar jeruk nipis, ada 5-8 buah setandan. Rembulung, buahnya satu-satu dalam setiap tandan, sebesar jambu bol, dengan biji seperti kolang-kaling. Tembulu, sagu dengan tunas daun muda yang belum terbuka (janur) berwarna putih. Sagu bulu, tunas daun mudanya berwarna kekuningan. Jenis rajang bungkoan, daunnya dapat dibuat tikar kajang terbaik, warnanya cerah mengkilat, dan tidak getas (mudah patah).
Padahal dalam literatur taksonomi, pohon sagu hanya dibedakan atas beberapa jenis. Metroxylon rumphii forma sagus genuina Rumphius, forma yang paling banyak tumbuh di Maluku dan sekitarnya. Tangkai daunnya berduri banyak, dengan susunan berbaris melintang. Duri-durinya lurus sepanjang 1-4 cm. Mutu sagunya pun sangat baik. Metroxylon longispinum Mart. panjang durinya. Batangnya tidak lebih besar dari pohon kelapa. Metroxylon micranthum Mart. berduri pendek dan besar, dan gumbarnya (hati batang sagu) tahan lebih lama.
Metroxylon sylvestra Mart. memiliki batang paling tinggi, gumbarnya lebih keras. Duri-durinya panjang dan ramping berjejalan pada pelepah. Sagunya berwarna kemerahan. Metroxylon sagus Rottb. (Sagus laevis Rumphius) dengan daun berujung runcing panjang dan tajam. Tinggi batangnya sedang-sedang saja, namun bisa menghasilkan tepung paling baik.






I.Tanda-tanda sagu yang matang

Menurut penduduk di Irian Jaya, tanda-tanda pohon sagu siap “dipanen” bisa dilihat pada pelepah daun dan bunga. Jika pelepahnya semakin condong, pertanda batang sagu sudah mengandung banyak pati. Atau, jika pelepah menjadi keputih-putihan seperti ditaburi kapur atau tepung. Begitu pula ketika bunganya mulai muncul, berarti pohon sagu sudah siap ditebang.
Menjelang berbunga, biasanya tangkai daun mudanya memendek sebelum akhirnya pembentukan daun terhenti. Selanjutnya dari tandan-tandan bunga muncul tangkai-tangkai sepanjang kira-kira 8 cm. Saat yang tepat untuk “memanen” sagu diperkirakan antara perkembangan mayang dan munculnya tangkai-tangkai itu, yang waktunya kira-kira satu tahun. Kalau bunga sudah telanjur menjadi buah, kandungan patinya sudah jauh berkurang.
Secara tradisional orang Irian Jaya “memanen” sagu menggunakan tokok. Bentuknya mirip beliung kecil bertangkai panjang dari kayu dan logam. Batang sagu ditebang pada bagian bawah dekat akar, lalu dipenggal-penggal sepanjang 2 m. Baru potongan-potongan itu dibelah memanjang. Empulur atau gumbarnya dihancurkan dengan tokok, dan dipangkur hingga hancur seperti serbuk gergaji. Serbuk gumbar itu dibungkus kain sebagai tapis, lantas diremas-remas sambil terus-menerus diguyur air banyak-banyak.
Air bercampur pati itu ditampung dalam bak penampung untuk diendapkan. Ketika air ditiriskan, akan diperoleh endapan berupa pati. Tepung sagu ini biasanya dikemas dalam wadah terbuat dari daun sagu. Supaya tahan selama sebulan, tepung dalam kemasan itu setiap kali perlu disiram air segar untuk menjaga agar tetap basah.
Cara orang Mentawai menokok sagu sedikit berbeda. Dari batang yang dibelah, empulur diambil, ditumbuk dalam palung kayu ukuran besar, lantas direndam selama 24 jam. Selanjutnya, diremas-remas hingga serat-seratnya mengambang di permukaan air dan didiamkan. Saat air sudah jernih kembali, serat yang mengambang ditiriskan dan tinggallah tepung sagu berbentuk bubur. Begitu dikeringkan, jadilah tepung sagu dan biasanya juga dibungkus daun sagu. Sagu dari Mentawai sering dibilang lebih murni dan lebih putih warnanya.














J.Alternatif lain dibalik melonjaknya harga beras

HARGA beras terus melonjak. Sejak bulan puasa lalu, harga makanan pokok Indonesia ini terus mengalami kenaikan. Kini, hampir setiap hari beras berubah nilai jualnya. Satu kilo beras sudah bernilai di atas 3000 rupiah, tergantung dari jenis kualitasnya. Padahal sebenarnya jutaan manusia bisa hidup tanpa harus tergantung pada jenis padi bernama Latin Oryza sativa itu.
Sejak delapan tahun silam, Indonesia menjadi negara pengimpor beras. Pemerintah mengklaim masalah iklim dan hama sebagai penyebab utama kegagalan panen di banyak daerah. Ini hanya salah satu faktor penyebab membubungnya harga beras. Padahal sesungguhnya banyak makanan lain yang bisa digunakan sebagai makanan pokok pengganti beras.
Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok sudah menjadi budaya turun-temurun. Generasi sekarang memang sudah bisa mengonsumsi makanan selain beras seperti roti, hamburger dan sebagainya. Namun tentu itu terbatas di kalangan terentu saja.
Sementara masyarakat miskin mengganti konsumsi beras dengan ubi kayu yang diolah menjadi nasi tiwul. ”Tapi itu hanya terjadi jika sudah betul-betul dalam keadaan mendesak,” ujar Dr. Ir. Muhammad Herman MSc, peneliti dari laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman pangan Balai Penelitian Bioteknologi (Balitbio), Departemen Pertanian.
Menurut Herman, 60 persen penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut, 50 persen berada di Pulau Jawa di mana tradisi makan nasi sudah diwariskan secara turun-temurun. Dan sayangnya, hingga saat ini, bioteknologi belum bisa mengembangkan teknologi yang mampu menghasilkan bahan pangan pengganti beras. Paling-paling pengembangbiakan jenis padi varitas unggul. Itu pun masih harus berhadapan dengan para aktivis lingkungan karena dituding mengganggu stabilitas ekosistem.
Semua Beralih ke Beras. Pada dasarnya masyarakat Indonesia mempunyai makanan pokok yang bervariasi di tiap daerah. Penduduk Madura dulu sudah terbiasa makan jagung yang diolah menjadi nasi. Di Papua, mereka terbiasa makan sagu dan umbi-umbian. Demikian juga dengan penduduk wilayah Maluku atau Lombok yang makanan pokoknya adalah sagu. Namun beberapa tahun belakangan mereka justru beralih ke beras. Pergeseran budaya masyarakat ini bukan tanpa sebab. Pemerintah pusat yang membuat perubahan tradisi makanan di daerah ini terjadi. Menurut Ir. Sri Widowati, M.App. Sc, peneliti dari Balitbio Divisi Mikrobiologi dan Teknoogi Proses Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, sejak terjadi krisis pangan beberapa tahun silam pemerintah memberi bantuan makanan berupa beras dari pusat. Karena itu terjadilah perubahan kebiasaan makan pada penduduk daerah tertentu. Mereka yang semula terbiasa makan sagu tiba-tiba saja menerima bantuan beras dari pemerintah. Lama-kelamaan mereka justru terbiasa dengan pola makan nasi. Dan ketika beras kini sulit didapat, mereka sangat menderita, ujar Sri Widowati. Diversifikasi Pangan
Departemen Pertanian sendiri sesungguhnya sudah memulai program diversifikasi pangan sejak tahun 1980-an. Pengenalan bahan makanan selain beras yang berupa umbi-umbian, sorgum atau jagung telah menjadi fokus penelitian. Namun sayang masyarakat kurang bisa menerima kehadiran bahan pangan ini.
Menurut Widowati, dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya bahan makanan pengganti beras. Yang penting makanan alternatif tersebut mengandung karbohidrat dan gizi. Sumber karbohidrat sendiri sesungguhnya sangat banyak. Jenis umbi-umbian, jagung, labu, sorgum, sagu bahkan labu kuning bisa diolah sedemikian rupa sehingga mampu menjadi pengganti nasi. Pemanfaatan bahan pangan ini oleh Departemen Pertanian dilakukan sesuai wilayahnya yaitu di mana wilayah yang banyak terdapat umbi-umbian maka dikembangkan bahan pangan umbi. Demikian juga wilayah yang banyak terdapat sagu, maka dibudidayakan sagu sebagai makanan pokok. Seperti di daerah Sulawesi Selatan, Kabupaten Barru, di sana terdapat banyak sekali buah labu kuning yang harganya murah. Padahal kalau diolah, labu kuning ini bisa dijadikan tepung pengganti tepung roti. Budaya makan roti waktu sarapan sudah mulai mentradisi di masyarakat kita. Maka sarapan tidak perlu lagi harus dengan nasi, cukup dengan roti yang terbuat dari tepung labu kuning yang bisa didapat dengan harga murah, ujar Widowati yang lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) ini.
Kebiasaan makan nasi memang sudah demikian mentradisi di masyarakat Indonesia. Tidak perlu menggantinya dengan roti seratus persen untuk bisa menutupi kebutuhan pangan. Sorgum, jagung dan singkong bisa diolah menjadi pengganti nasi yang tak kalah nilai gizi dan rasanya. Proses pengolahannya sangat sederhana. Pada sorgum, biji sorgum cukup melalui proses pengelupasan kulit ari beberapa kali. Setelah bersih maka sorgum bisa langsung ditanak seperti nasi. Singkong atau casava, melalui proses pemotongan, lalu diiris dengan mesin sehingga menjadi irisan pipih kecil-kecil. Setelah dijemur atau dikeringkan, bahan ini cukup dikukus dan bisa dikonsumsi. Sementara jagung cukup diproses dengan pengutilan, lalu pembuangan kulit ari. Setelah itu, jagung bisa langsung ditanak atau dikukus. Dari ketiga bahan ini, sorgumlah yang paling mendekati nasi, baik bentuk maupun rasanya. Mengenai kandungan gizi, ketiganya mempunyai nilai karbohidrat tinggi, tidak kalah dengan nasi. Dilihat dari segi harga, jelas ketiga bahan pangan ini lebih murah dari beras. Sorgum memang masih sedikit jumlahnya karena belum terlalu dikenal oleh masyarakat kita. Namun jika sudah tersosialisasi penggunaannya pasti akan banyak dikembangkan dan harganya bersaing dengan beras,” ujar Widowati yang sudah delapan tahun bergabung dengan Departemen Pertanian ini. Tepung yang terbuat dari olahan ubi jalar, singkong atau labu kuning juga bisa dibuat menjadi roti, mie atau kue kering maupun kue basah. Mie sendiri sudah dikenal oleh masyarakat kita dan sudah banyak dikonsumsi. Bahan ini bisa menjadi salah satu alternatif pengganti nasi. Kalau sudah begini, sebetulnya kita tak perlu pusing-pusing tujuh keliling memikirkan harga beras yang kian melangit. Sebab makanan pokok itu bukan hanya nasi.


K.Pengertian singkong

Setiap kali terjadi masa kekeringan di sejumlah daerah, tersiar berita tentang kesengsaraan warga pedesaan yang terpaksa harus mengonsumsi umbi-umbian karena tak sanggup membeli beras lagi. Entah itu di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur, Lampung, atau di daerah lain. Umumnya mereka lalu "terpaksa" makan tiwul, oyek, atau nama lain— pendeknya jenis pangan yang berdasar bahan dari ubi kayu atau singkong.
Begitu sengsarakah warga yang harus makan tiwul atau singkong? Apakah kesehatan mereka lantas menurun, tak cukup kenyang, tak cukup gizi, dan akibatnya kebutuhan akan nutrisi tak terpenuhi sehingga mereka patut dikasihani? Jangan-jangan anggapan itu tidak sepenuhnya betul. Jangan-jangan semua itu bertolak dari persepsi yang salah terhadap komoditas pertanian yang sebenarnya amat kaya dan beragam di bumi Nusantara ini, tetapi dipermiskin karena proses peradaban yang berlaku.
Masyarakat kita telanjur "mendewakan" padi atau beras daripada komoditas pertanian lain seperti jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, ataupun sagu. Tetapi, seperti dilaporkan Kompas Desember 2006, sagu justru sudah tidak "dikenal" lagi oleh warga Fakfak di Papua, bahkan pohon sagu pun sudah sulit terlacak. Mereka kini lebih mengenal makan nasi. Ini ironis, padahal sagu semula merupakan makanan pokok penduduk setempat.Tatkala terjadi kelaparan dan 30 penduduk dilaporkan meninggal di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, tahun lalu, bantuan pangan yang tiba pertama berupa beras. Penduduk tak bisa segera memasaknya karena sehari-hari mereka mengonsumsi ubi jalar atau singkong. Dua ilustrasi di atas membuktikan bahwa beras, atau budaya makan nasi telah meluas, sehingga menggeneralisasi bahwa seluruh penduduk Indonesia makan nasi.Bertumpu pada satu jenis bahan pangan niscaya tidak mendukung keberlanjutan bagi pertanian di Indonesia. Kebijakan pangan selayaknya dikoreksi, dan sudah saatnya kita beralih pada keanekaragaman pangan. Imbauan untuk melakukan diversifikasi pangan ini sudah lama dicanangkan, namun hasilnya tak begitu memuaskan. Ini bukan semata romantisme hendak "memutar kembali jarum jam". Tetapi, jenis-jenis pangan pokok seperti sagu, jagung, ubi jalar, atau singkong sesungguhnya merupakan komoditas pertanian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

Salah satunya adalah kasava (cassava), nama komoditas ubi kayu atau singkong di pasar internasional. Mengapa kasava? Kasava (Manihot esculenta CRANTZ) memiliki daya adaptasi lingkungan yang tinggi, karena itu dapat tumbuh di semua provinsi di Indonesia. Budidayanya mudah karena dapat hidup di tanah yang relatif tidak subur, tidak memerlukan banyak pupuk ataupun pestisida.

Produktivitas kasava tertinggi dibanding enam komoditas pertanian utama—padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai—, yaitu 12,2 ton/ha (BPS 2001), sedangkan padi 3,8 ton/ha dan gandum 1,8 ton/ha. Produksinya per tahun cukup besar, yaitu mencapai 19,4 juta ton (BPS 2004), di bawah padi yang 54 juta ton. Kasava telah dibudidayakan dalam skala agrobisnis. Pemerintah sejak 2002 menetapkan tujuh provinsi sentra produksi kasava, yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.

Pemanfaatan kasava di Indonesia masih terbatas. Sebagian besar diolah menjadi produk setengah jadi berupa tepung tapioka, tepung kasava, dan gaplek. Dari produksi kasava yang 19,4 juta ton, baru 59 persen yang diolah untuk industri.

Bernilai tinggiMenurut penelitian Dr Achmad Subagio dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, kandungan pati yang tinggi pada kasava memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Dalam hal ini, Thailand telah berhasil mengembangkan teknologi pengolahan pati kasava menjadi berbagai produk turunan yang bernilai tinggi, baik untuk pangan, pakan, maupun industri.Menurut Prof Dr Made Astawan, ahli teknologi pangan dan gizi dari Institut Pertanian Bogor, kandungan karbohidrat pada tepung kasava cukup besar, yaitu 84 gram; dibanding tepung beras (80 g), jagung (73,7 g), dan tepung terigu (77,3 g). Adapun kandungan energi tepung kasava mencapai 363 kkal per 100 gram; tak jauh dibanding tepung terigu (365) dan tepung beras (364). Hanya kandungan proteinnya—sensasi "enak"—relatif rendah, yaitu 1,1 g, sedangkan terigu 8,9 g dan beras 7,0 g.
Mengingat ketersediaannya yang berlimpah di dalam negeri, tepung kasava terbuka luas untuk dikembangkan lewat teknologi pangan menjadi bahan pangan olahan pengganti (substitusi) tepung-tepungan yang lain seperti terigu dan beras. Dengan demikian akan bisa menjadi alternatif dalam upaya penganekaragaman pangan.
Sejauh ini, produksi tepung kasava sebagai bahan pangan olahan jauh tertinggal dibanding produksi tepung tapioka seperti untuk membuat bakso, kerupuk, dan pempek. Padahal, tepung kasava punya banyak kelebihan dibanding tepung tapioka, yang hanya mengambil pati kasava, yaitu menyangkut kandungan protein, lemak, kalsium, fosfor serta zat besi.
Melalui teknologi pangan, tepung kasava bisa diproses dengan formula tertentu sehingga dihasilkan bahan makanan olahan yang lebih luwes dan bergengsi untuk produk masakan yang amat beragam. Hasilnya, nyaris menyamai tepung terigu, tapioka ataupun tepung beras yang selama ini merupakan bahan untuk pembuatan kue basah, kue kering, bakso, mi, mi instan, dan bihun.Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, telah mengembangkan produk tepung kasava yang disebut modified cassava flour (Mocal). Turunan yang telah diaplikasikan pada skala industri ialah Mocal-T1, dimanfaatkan untuk ingredien pangan sebagai substitusi tepung-tepungan lain. Produk ini memiliki aroma yang khas sehingga dapat menutupi aroma dan cita rasa pada kasava yang cenderung "apak". Selain itu, juga berhasil menghilangkan pigmen kecoklatan pada kasava, sehingga dihasilkan tepung yang lebih putih.
Achmad Subagio menyebutkan, tepung yang sama bisa menyubstitusi penggunaan tepung terigu hingga 15 persen untuk pembuatan mi instan; dan bisa menyubstitusi tepung terigu hingga 25 persen untuk pembuatan mi berkelas rendah. Menurut Anton Djuwardi, Dirut PT Sinar Sukses Sentosa (SSS) yang memproduksi tepung kasava di Gunung Kidul, Yogyakarta, kalau saja produk tepung kasava ini mampu menyubstitusi kebutuhan bahan pangan olahan hingga 10 persen saja, maka prospek bagi industri kasava amat besar.
Tepung kasava yang diperkaya dengan fortifikasi secara cerdas dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk bahan pangan alternatif. Dengan demikian, rakyat kita tak perlu menuai bencana kelaparan, gizi buruk dan busung lapar, paparnya. Sekalipun prospek bagi tepung kasava nampak terbuka luas dari segi kemungkinannya untuk menjadi bahan pangan olahan dan substitusi bahan pangan yang lain; suka atau tidak suka, realitasnya tepung kasava masih inferior di mata masyarakat. Entah sampai kapan persepsi masyarakat itu berubah.



















BAB V
PENUTUP



A.Kesimpulan

Makanan pokok adalah makanan yang menjadi gizi dasar. Makanan pokok biasanya tidak menyediakan keseluruhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, oleh karenanya biasanya makanan pokok dilengkapi dengan lauk pauk untuk mencukupkan kebutuhan nutrisi seseorang dan mencegah kekurangan gizi. Makanan pokok di Indonesia bermacam-macam contohnya: nasi, singkong, dan sagu.
Sagu mempunyai banyak macam. Contohnya: Pohon sagu Metroxylon spec, ai rabo anam, akiri, Sagu kersula. Tidak hanya itu saja, masih ada dua belas macam sagu diantaranya adalah makbon yang di Ambon disebut sagu nona. Lalu amber yang durinya besar-besar dan banyak. Yang pelepahnya polos, tanpa duri sama sekali, namanya Snaafe. Yang berbatang dan berpelepah besar disebut sworu, dan masih dibedakan lagi menjadi tiga macam. Ada lagi jenis ronggu, yang berbatang dan berpelepah besar.


B. Saran

Saran dari penulis adalah agar pembaca dapat memahami maksud dari pembuatan Karya Tulis ini. Tidak hanya itu saja, supaya pembaca dapat memperoleh wawasan yang lebih luas. Penulis juga berharap agar pembaca dapat memberikan kritik atau sarannya kepada penulis. Karena kritik atau saran dari pembaca sangat berguna bagi penulis untuk dapat memperbaiki kekurangan dari Karya Tulis ini.

0 komentar: